Ureung Aceh dan Sistem Sosialnya
Oleh : Putra Rizki Youlan Radhianto '11
Aktifitas di halaman Mesjid Raya Baiturrahman pada Abad ke-19 |
Masyarakat
Aceh adalah masyarakat yang di kenal dengan kekentalan agamanya . Aceh juga di
kenal dengan sebutan Serambi Mekkah yang sangat kaya dengan mesjid-masjid yang
megah. Bagi masyarakat Aceh agama sangat berperan penting sebagai sarana
pemersatu dan menjadi rujukan masyarakat ketika kehilangan arah. Dengan
demikian , agama memiliki daya konstruktif,regulatif dan formatif dalam membangun
tatanan hidup masyarakat Aceh.
Bagi
orang Aceh agama itu telah di jadikan indikator yang mampu membentuk satu
kesatuan sosial yang kuat di dalam masyarakat, terutama bagi yang berdomisili
di desa-desa. Orang Aceh umumnya selalu patuh pada perintah-perintah Allah dan
Rasul-nya. Mereka meyakini bahwa ajaran Islam akan menyejahterakan mereka di dunia dan di akhirat kelak.
Lantas
kedudukan mesjid dan meunasah dalam sistem sosial masyarakat Aceh adalah
sebagai tempat duek pakat (Musyawarah), melaksanakan ibadah dan tempat
membangun jati diri masyarakat yang sesuai dengan ajaran islam,integrasi
tersebut melahirkan sebuah adagium (hadiah maja) dalam masyarakat Aceh adat
ngon agama lagee zat ngon sifeuet (adat
dan agama seperti zat dan sifat). Oleh karena itu adat dan agama
tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Aceh sebagai negeri
yang penduduknya mayoritas beragama Islam sangat kental dengan adat
istiadatnya. Ini terlihat dari masyarakat Aceh yang hampir tidak mampu
membedakan antara hukum dan adat. Dalam masyarakat Aceh juga terdapat
teori yang sangat melekat dalam kehidupan masyrakat Aceh sendiri, “adat bak Po
Teumeureuhom hukom bak Syiah Kuala; Hukom Ngon Agama lagee zat ngon sifeuet.” (Sumber
: Muliadi Kurdi, 2009,Aceh dimata sejarawan).Teori
tersebut dikemukakan oleh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin anak Bagindo
Khatib dari Nagari Tarusan.
Sistem Sosial
Di
Aceh terdapat sistem pemerintahan yang sangat terintegrasi contohnya, gampong
dan mukim.
Gampong merupakan kesatuan masyarakat hukum sebagai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah mukim yang menempati wilayah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, sedangkan Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam provinsi Aceh yang terdiri atas gabungan beberapa gampong yang memiliki batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, serta berkedudukan langsung di bawah camat yang dipimpin oleh imeum mukim.
Sistem
sosial ini telah menjadi adat turun temurun dalam masyarakat Aceh dan telah
digunakan mulai dari masa kerajaan Aceh
berdaulat dulunya. Saat itu Aceh sangat dikenal dimata dunia. Nama Aceh seolah
melambung, apalagi di saat kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) . Beliau
berhasil membawa Aceh kedalam masa kejayaan dan menjadikan Aceh sebagai kerajaan islam terbesar di Asia Tenggara
pada masa itu. kerajaan Aceh saat itu meliputi dua pertiga pulau Sumatra dan
semenanjung melayu. Aceh dengan hasil alam yang melimpah menjalin hubungan
bilateral dengan Negara-negara timur tengah dan Eropa. Perdagangan cengkeh,lada
dan hasil komoditi lainnya menyebabkan Aceh menjadi incaran Negara-negara
eropa. Setelah Sultan Iskandar Muda
mangkat Aceh seakan kehilangan marwahnya, apalagi Sejak Belanda resmi menyatakan
perang terhadap kerajaan Aceh, nama Aceh sedikit demi sedikit mulai buram.
Akhirnya kerajaan Aceh menemui masa kelamnya setelah sultan terakhir Aceh Sultan Daud Syah
berdaulat menyerah kepada belanda. Aceh pada masa itu seakan menjadi daerah
tanpa penguasa. Pada saat itu tamping kekuasaan secara sengaja dirampas oleh
belanda. Pada masa itu Aceh di pimpin oleh seorang gobernur yang bernama van
swithen.
Namun ini semua tidak berarti memutuskan garis
perjuangan rakyat Aceh. Rakyat Aceh tetap meneruskan perjuangnya demi menjaga tanah leluhurnya. Bahkan Belanda
mencatat bahwa perang melawan Aceh adalah perang yang paling melelahkan. Tidak
sedikit jendral-jendral besar belanda tewas ditangan pasukan Aceh. Contohnya
saja J.H.R Kohler yang tertembak di depan mesjid Baya Baiturrahman. Ini
membuktikan bawah rakyat Aceh adalah orang-orang yang pemberani dan tangguh. Sampai saat ini kita
bisa melihat bukti sejarah bahwa banyak para serdadu dan jendral-jendral
belanda yang tewas tertembak dan terkubur di kerkoff. Kerkoff tercatat sebagai kuburan belanda yang terbesar yang ada di
negri orang.
Kesengitan
perang Aceh Bahkan tercatat dalam buku (Perang
Aceh dan kegagalan Snouck ) didalam buku ini tertulis bawah “lebih dari 100.000
tewas dan didalammnya terdapat para
petinggi Belanda tewas dan para pejuang Aceh”. Perang ini disebut oleh Belanda sebagai
perang yang belum ada bandingannya bagi Belanda. Ini sangat menunjukkan bahwa
watak orang Aceh yang berani dan tidak takut pada kondisi apa pun. Seperti
dalam sebuah hadiah maja Aceh “Dari pada Sihet lebeh get roe” (dari pada miring
lebih baik tumpah). Ini menunjukkan bahwa orang Aceh memiliki konsistenitas
yang sangat tinggi. Orang Aceh tidak tanggung-tanggung dalam mengerjakan sesuatu. Ini semua tersirat
dalam adagium orang Aceh yang mengatakan “Dari pada singet leubeh get roe,Dari
pada juleng leubeh get buta” . Nilai Konsitenitas yang tinggi ini menyebabkan Belanda
kewalahan melawan rakyat Aceh.
Aceh
dikenal dengan bangsa yang berperwatakan keras sehinggah sangat sulit
menaklukkan Aceh meskipun belanda
berhasil menaklukkan kesultanan Aceh pada masa itu, namun perjuangan di kalangan
rakyat masih tetap di kobarkan.
Namun
melihat Aceh sekarang sangat berbanding terbalik dengan Aceh tempo dulu. Orang
Aceh saat ini cenderung pengecut dan memiliki nilai konsistenitas yang rendah.
Tentunya generasi ini menjadi generasi yang paling terpuruk sepanjang sejarah
Aceh. Aceh yang dulunya terkenal dengan orang yang berperwatakan keras kini
berubah menjadi Aceh yang lemah. Barang kali ini terjadi karena rakyat Aceh
telah lelah dan cenderung bergeser dari nilai atau norma yang berlaku di bumi
Aceh ini.
Aceh
hari ini bukanlah aceh yang diharapkan oleh para leluhur, karena Aceh saat ini
cenderung menjadi Aceh yang lemah sekaligus Aceh yang kehilangan arah. Seharusnya saat ini
Aceh harus melawan globalisasi untuk mampu mempertahankan identitas diri. Aceh
harus bangkit mengembangkan ciri khas sendiri melalui apa yang telah
diriwayatkan dari dulu oleh para Endatu. Saatnya mengembalikan peradaban Aceh
yang dahulu dikenal di mata dunia.
0 komentar: