Diskriminasi Pengguna Blackberry
Oleh Alfath Asmunda '10
Ilustrasi oleh google |
Blackberry, hampir seluruh manusia di muka
bumi ini mengetahui alat komunikasi yang banyak di gandrungi orang tua,
kawula muda, bahkan anak-anak sekalipun. Blackberry sebuah alat
komunikasi modern yang tujuan pemakaiannya pun sama seperti jenis-jenis
handphone (telepon genggam) biasanya, “hanya untuk memudahkan
berinteraksi satu individu dengan individu yang lainnya”. Tapi
blackberry, dengan embel-embel fitur yang
sangat menggugah selera untuk memilikinya menghadirkan nuansa berbeda
dengan handphone lain yaitu dari kemampuannya yang “smart”.
Blackberry
adalah handphone di masa modern dengan berbagai fitur pendukung yang
canggih dalam memudahkan manusia mengakses apa pun yang di inginkan.
Disamping itu dengan kelebihan BBM (blackberry messenger)-nya yang
sangat memudahkan para pemakainya untuk berbagi pesan teks, berbagi
voice note (pesan suara), berbagi gambar, berbagi video, semakin membuat
blackberry banyak di buru para manusia yang haus akan teknologi.
Pokoknya, alat dari bangsa “barat” yang di ciptakan oleh Mike Lazaridis
dan diperkenalkan pada tahun 1999 oleh perusahaan Kanada, Research In
Motion (RIM) telah menjadi semacam kebutuhan akan tuntutan hidup di
zaman modern ini.
Tak ayal, manusia yang belum punya
blackberry di anggap kuno, kampungan, atau kata-kata yang lebih pedih di
balik kata kuno, serta kampungan yang di lafadzkan para pengguna
blackberry terhadap orang yang belum memiliki handphone canggih tersebut
adalah, “kalian belum pantas hidup di zaman modern kalau belum memiliki
blackberry”. PUNGO !!!
Saya pribadi yang belum memiliki
blackberry merasakan memang betul adanya “diskriminasi komunikasi”
terhadap orang yang belum memiliki blackberry. Ini pengalaman saya, yang
masih memakai handphone biasa suatu ketika menghubungi teman yang
memakai blackberry lewat sms untuk menanyakan perihal yang penting,
teman saya itu tidak menggubris pertanyaan saya yang Cuma hanya lewat
sms tersebut. suatu ketika saat saya sedang ngopi dengan teman yang
memiliki blackberry, teman tersebut sibuk memainkan jempolnya untuk
membalas suara-suara dari balik loudspeakers blackberrynya yang lebih
kurang terdengar seperti ini “PING.. PING.. PING..” yang saban menit
berbunyi. Dalam hati saya bergumam, secepat itu kah teman ini membalas
pertanyaan yang masuk ke blackberrynya? Seberapa pentingkah pertanyaan
tersebut hingga ia menghentikan percakapan kami di warung kopi lalu
sibuk dengan blackberry yang “nyinyir” tersebut? Lalu, kenapa pertanyaan
saya yang melalui sms enggan di tanggapi secepat itu?
Usut
punya usut, dan mendengar keluh kesah dari teman yang senasib juga
dengan saya yang tidak memiliki blackberry, ternyata para pengguna
blackberry yang enggan membalas komunikasi kami yang bukan dari BBM
tersebut adalah karena para pengguna blackberry telah menghabiskan pulsa
handphone-nya untuk membeli paket atau pun telah habis karena keasikan
browsing internet. Saya pernah bertanya kepada teman yang mempunyai
blackberry kenapa ia jarang untuk membalas sms dari saya, lalu
jawabannya persis seperti yang saya dapati dari teman-teman yang
mempunyai keluh kesah yang sama dalam mengalami hal pendiskriminasian
informasi terhadap orang tidak memiliki blackberry,… “aku nggak ada
pulsa bro, semalam sudah habis membeli paket BB”… duuhh..!!!!!
Saya pun juga sedikit bertanya-tanya dalam hati tentang prilaku orang
ber-BB yang sudah cukup aneh-aneh. Di suatu minggu sore, Saat sedang
ngopi di romen coffee dengan teman-teman yang mayoritas tidak memiliki
BB. di sebelah meja kami ada tiga orang pemuda yang sedang asik
mengobrol, salah satu dari mereka tiba-tiba mengambil handphone
canggihnya tersebut yang terletak di atas meja lalu asik dengan sendiri
memainkan jemari jempol tangannya terhadap keypad blackberry yang mungil
itu dan ia sama sekali tidak memperdulikan lagi dua temannya yang
sedari tadi asik berbicara. Disini saya melihat dampak sosial yang
paling kontras adalah, “turunnya hubungan komunikasi antar teman,
keluarga dll. Sebagai contoh, orang tua yang asik dengan gadget yang
smart tersebut akan mengakibatkan perhatiannya berkurang kepada sang
anak karena waktunya lebih tersita untuk berkecimpung dengan Blackberry
Messenger-nya, atau pun seperti kasus yang saya lihat di warkop tadi,
dimana Hubungan interaksi dengan individu yang lain tiba-tiba saja
terputus akibat salah seorang malah asik berinteraksi di dunia maya.
Disamping itu saya juga melihat pengguna blackberry tiba-tiba saja
menjadi seseorang yang apatis / orang yang tidak peduli dengan
lingkungannya juga terhadap dirinya sendiri. Sosial kontak dengan
lingkungan menjadi terbatas atau kurang sama sekali, situasi ini akan
mempengaruhi rasa percaya diri semangkin merosot turun.
Dengan
begitu majunya tekhnologi jangan sampai membuat sisi lain yang lebih
penting terabaikan, yaa... semisal kontak sosial tadi. Kemajuan
tekhnologi baiknya kita gunakan justru untuk melengkapi ilmu pengetahuan
seiring proses pembelajaran menuju masyarakat modern, bukan mengukung
apalagi memenjarakan nilai-nilai positif,
Karena sesungguhnya blackberry tersebut merupakan “perangkat pembantu hidup, bukan penyita hidup”.Alahom hai... !!!
0 komentar: