Perguruan Tinggi Jangan Tinggalkan Masyarakat

Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Nazaruddin Sjamsuddin MA mengatakan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam, Banda Aceh, yang sudah berusia 50 tahun perlu melakukan terobosan menuju otonomi kampus, baik dari segi penataan kurikulum maupun penyelenggaraan sistem pendidikan.

Dalam satu seminar nasional di Banda Aceh, Nazaruddin mengingatkan bahwa sebuah kampus harus memiliki jati diri dan karakter sesuai dengan perkembangannya. Selama ini, pengembangan kurikulum terus dipacu untuk peningkatan kompetensi perguruan tinggi. Namun, belum mampu menuju pada terciptanya otonomi kampus, terutama dalam kaitannya melahirkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan pengajaran.

“Kompetensi penting, tapi otonomi kampus juga penting. Dengan demikian, akan akan muncul satu keberagaman dalam sistem pendidikan di perguruan tinggi. Unsyiah harus punya satu karakter dalam menjalankan sistem pendidikannya.”

Yang kita lihat selama ini, banyak perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi negeri (PTN) di negeri ini lebih “terhipnotis” mengejar status untuk “berkelas dunia.” Dan, gejala itupun ternyata sudah sempat sangat mencemaskan Mendiknas beberapa tahun lalu. Karenanya, ia pernah mengingatkan agar PTN jangan “terbius” mengejar status kelas dunia.

Kita sangat paham bahwa peringatan tersebut disampaikan karena dengan orientasi dimaksud, perguruan tinggi cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat. Padahal, sebagai lembaga pendidikan yang paling banyak menggunakan uang negara, PTN harus menitikberatkan pada program pengabdian kepada masyarakat. “Jika PTN melalaikan tugas pengabdian masyarakat, artinya PTN telah melawan kontrak sosial.”

Sama dengan Mendiknas, kita juga khawatir jika PTN menarget untuk menjadi universitas kelas dunia, maka target semacam itu semakin mengukuhkan anggapan masyarakat bahwa civitas akademika hidup dalam ‘menara gading’ dan tidak peduli terhadap masyarakat sekitar. Gejala itu sangat berpotensi bahaya. Sebab, itu berarti perguruan tinggi bersiap-siap untuk tercabut dari akarnya.” Apalagi, selama ini, antara keberadaan perguruan tinggi dengan masyarakat seperti tidak “nyambung”.

Seharusnya, masyarakat mendapat manfaat atas keberadaan setiap perguruan tinggi. Maka, salah satu cara mengabdi kepada masyarakat, perguruan tinggi sebaiknya mengubah orientasi penelitiannya ke arah inovasi teknologi yang sesuai dengan kondisi kapital sosial masyarakat setempat.

Ahli-ahli sudah sering mengingatkan bahwa para peneliti di perguruan tinggi kita belum saatnya berkiblat kepada negara maju yang memang menuntut produk dengan teknologi dan kualitas tinggi. “Percuma saja kita bisa membuat produk dengan teknologi tinggi tetapi mahal. Toh masyarakat lebih cenderung mempertimbangkan harga daripada kualitas.”

Yang jelas, sudah cukup lama masyarakat berharap perguruan tinggi bisa menjadi motor penggerak kemajuan ekonomi suatu daerah. Harapan itu tidak berlebihan, sebab perguruan tinggi memiliki sumber daya manusia (SDM) berlimpah dan berpengetahuan luas tentang ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

http://aceh.tribunnews.com/2011/10/19/perguruan-tinggi-jangan-tinggalkan-masyarakat

0 komentar: