Menyoal Pajak Nanggroe dalam Pembangunan Aceh
Oleh Ramadhan '10
Sumber : http://ekypradhana.wordpress.com |
Sebenarnya permasalahan yang dihadapi Aceh saat ini di
dalam pembangunan adalah hanya mengedepankan pembangunan infrastruktur saja,
tanpa membangun masyarakat Aceh sendiri (dalam sosio cultural –ekonomi) dan
juga lingkungan. Dan yang paling fatal lagi setiap pembangunan infrastruktur di
Aceh selalu ada lobi politik dalam menentukan proyek-proyek pembangunan
infrastruktur. Ketika pembangunan dimulai
pun selalu harus ada Pajak Nanggroe
yang wajib di bayarkan oleh pihak rekanan kepada sejumlah oknum-oknum tertentu
dan ini merupakan penghambat pembangunan di Aceh.
Pajak Nanggroe adalah sejumlah pungutan liar dari pihak ketiga kepada sebuah proyek pembangunan dengan mengatasnamakan lembaga yang berpengaruh di Aceh dan ini telah mendarah daging sejak masa konflik.
Pungutan pajak tersebut
ternyata tidak hanya membidik para investor luar dan dalam negeri, tetapi juga
para pengusaha lokal, pemerintahan, hingga pelaksana proyek. Sehingga adanya keengganan investor untuk berinvestasi
di Aceh karena belum adanya rasa aman.
Sebenarnya
pada Pajak Nanggroe ini tanpa kita sadari imbasnya itu adalah kepada masyarakat
Aceh. Masyarakat menjadi korban dari jeleknya kualitas infrastruktur yang dikerjakan
dari hasil dari pungutan liat tersebut. Sehingga infrastruktur yang telah
dirancang untuk bertahan beberapa tahun, namun harus diturunkan kualitasnya
oleh pihak rekanan karena adanya pajak nanggroe ini. Dan Makanya tak hayal jika
banyak hasil pembangunan infrastruktur di Aceh ketika baru digunakan langsung
mengalami kerusakan dimana-dimana, bahkan di sejumlah di daerah pun sudah rusak
meskipun belum digunakan.
Misalnya
pada kasus pembangunan batu bronjongan di Tangse, ada sejumlah oknum di daerah tersebut
yang meminta pajak nanggroe sejumlah 10% dari proyek tersebut dan membuat
perjanjian tertulis dengan pihak rekanan yang terpaksa menyetujuinya agar
proses pembangunan proyek itu lancar. Sebelumnya, mereka meminta proyek
tersebut dikerjakan oleh mereka saja, namun pihak pelaksana proyek menolaknya.
Padahal dalam proyek tersebut, sejumlah pemuda gampong tersebut sudah
diikutsertakan di dalam pembangunan bronjong tersebut sehingga tidak ada alasan
jika ada peribahasa Aceh yang mengatakan buya
krueng teudoeng-doeng, buya tamoeng meuraseuki.
Padahal
sebenarnya 10% daripada Pajak Nanggroe tersebut, jika tidak ada mampu membuat
bronjongan memiliki mutu yang lebih tinggi dan dapat bertahan bertahun-tahun guna menghadapi banjir bandang di daerah
tersebut. Namun karena adanya Pajak Nanggroe tersebut, kualitas bronjongan
hanya bertahan berapa tahun saja. Padahal pada hakikatnya proyek tersebut manfaatnya
untuk masyarakat sekitar bukan untuk yang lain, jadi mengapa harus ada pungutan
liar tersebut?
Contoh
lainnya adalah kasus pembangunan drainase di Jalan Sukaramai Kota Lhokseumawe,
proyek yang tujuannya untuk mengalirkan air ke waduk ketika hujan, namun
terkesan asal jadi. Ini terungkap ketika hasil temuan BPK tentang adanya
sejumlah pengurangan material di dalam pembangunan proyek tersebut. Sehingga
ketika hujan tiba, drainase tersebut tidak bekerja sebagaimana fungsinya dan
air tetap menggenang di seluruh ruas jalan. Jadi terkesan proyek tersebut tidak
memiliki manfaat sama sekali bagi masyarakat sekitar.
Rendahnya
kualitas infrastruktur sekolah akibat adanya Pajak Nanggroe juga membuat
rendahnya mutu pendidikan di Aceh, ini terlihat dari kurangnya
fasilitas-fasilitas pendukung pembelajaran di daerah-daerah pedalaman sampai
dengan robohnya beberapa ruang dan pagar sekolah yang terjadi di Kabupaten Gayo
Lues.
Di dalam pengimplementasian Pajak Nanggroe juga terkesan anarkis,
ini terlihat dari kejadian yang menimpa seorang anggota Satuan Kerja Badan
Reintegrasi Aceh (BRA) di kawasan Desa Asan Syamtalira, Arun, Aceh Utara. Dia
di sandera dan dipukuli sampai babak belum akibat meminta penundaan pembayaran
Pajak Nanggroe yang berjumlah Rp. 10 juta.
Lantas, kapan
pembangunan Aceh bisa bersih dan tidak mengorbankan rakyatnya? Semoga
pemerintah Zaini-Mualem komit dalam pemberantasan Pajak Nanggroe yang
dikobar-kobarkan akhir tahun lalu.
0 komentar: