Aceh Menuju Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Etnis
Studi Sosiologi
Ilustrasi oleh Antarafoto.com |
Aceh sebagai bagian dari wilayah territorial Negara Indonesia yang tergolong sebagi Negara sedang berkembang atau negara ke tiga sedang menuju ke pembangunan di segala dektor apalagi aceh setelah mengalami bencana tsunami pada tahun 2004 yag telah menghancurkan segala sendi masyarakat aceh,setelah 6 tahun berlalu pemerintah aceh yang dipimpin irwandi-nazar mulai berbenah untuk membangun kembali aceh salah satunya pembangunan dalam bidang ekonomi dan lingkungan, sala satunya dalah mencanangkan program Aceh green dan penghentian tebang hutan (illegal logging). serta pembangunan etnis (ethnodevelopment) yang mendapat perhatian serius dari pemerinthan aceh dengan membentuk atau merancang qanun Wali nanggroe yang bertujuan sebagi suatu lembaga sosial dan adat budaya sekaligus pemersatu rakyat aceh, program ini sebenarnya tindak lanjut dari keprihatinan tetang semakin memudarnya nilai-nilai adat budaya Aceh yang berimbas pada pola kehidupan rakyat Aceh.
Strategi pembangunan dewasa ini yang masih berorientasi pada pembangunan dalam bidang material seringkali mengabaikan faktor manusia dan lingkungan,memang pembangunan masih didominasi oleh ahli ekonmi yang juga membicarakan masalah manusia atau SDM tetapi pembicaraan manusia disini lebih menekankan aspek keterampilan,manusia lebih dianggap sebagai factor produksi, namun kurang membicarakan masalah kondisi lingkungan ,baik lingkungan politik maupun lingkungan budaya yang akan menghasilkan lahirnya individu yang kreatif.proses-proses yang terjadi dalam diri individu yang memungkinkan terjadinya manusia kreatif juga kurang dibicarakan.
Pembangunan memang harus ditujukan pada pembangunan manusia, manusia yang dibangun adalah manusia yang kreatif agar kreatif manusia tersebut harus terbebas dari dari rasa takut dan harus merasa bahagia dan aman,yang pada akhirnya melahirkan manusia-manusia yang membangun yag punya inisiatif dan dapat memecahkan bermacam persoalan[1].
KERANGKA KONSEPTUAL
Pembangunan berwawasan etnis dan lingkungan tidak akan terlaksana dengan baik apabila pemikiran masyarakat yang masih tradisional oleh karena itu masyarakat tersebut harus berpikiran maju atau modern
ALEX INKELES Dan DAVID H SMITH dalam bukunya becoming modern kedua tokoh terbut mencoba memberikan cirri-iri manusia modern yang dimaksud antara lain :
1. Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru
2. Berorientasi kemasa sekarang dan masa depan
3. Punya kesanggupan merencanakan
4. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam dan bukan sebaliknya[2]
Menurut alex inkeles manusia bisa diubah secara mendasar setelah dia menjadi dewasa,dan karena itu tidak ada manusia yang tetap menjadi manusia tradisonal hanya karena dia dibesarkan dalam sebuah masyarakat tradisional, artinya dengan memberikan lingkugan yang tepat setiap orang bisa diubah menjadi manusia modern setelah dia mencapai usia dewasa
Dari pernyataan tersebut apakah masyarakat aceh telah memenuhi kriteria yang di syaratkan oleh kedua tokoh tersebut?
kriteria pertama yang yang dikemukakan oleh Alex inkeles adalah
keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru
Setelah gempa dan tsunami menerjang daratan pesisir aceh,kini Aceh telah menjelam sebagai daerah yang terbuka untuk segala orang,apalagi pada nasa pasca bencana yang dapat dilihat dari banyaknya relawan dan donator serta NGO asing maupun lokal yang berdatangan untuk ikut serta dalam masa pemulihan dan pembangunan kembali Aceh pasca bencana,hal tersebut juga berdampak pada datangnya ide-ide baru yang didasarkan pada pengalaman para relawan serta lembaga-lembaga tersebut dalam menangani daerah pasca bencana lain.
Seringkali, masyarakat belum siap untuk menerima ide-ide baru yang ditawarkan, seperti program pemerintah aceh untuk mengadakan pelatihan kepada 800 guru dari berbagai kabupaten/ kota di aceh tentang Fahmul Quran di komplek yayasan fajar hidayah Desa Mon Raya, kecamatan Blang Bintang Aceh Besar yag berakhir rusuh[3] insiden tersebut diawali oleh kecurigaan masyarakat sekitar tentang adanya ajaran menyimpang yang di paparkan para tutor dalam pelatihan tersebut yang menggunakan potongan tulisan arab sebagai medianya,
Sebenarnya pelatihan tersebut menyajikan metode belajar terbaru yang memadukan teknik belajar aktif dan menyenangkan yang akan diterapkan oleh peserta pelatihan di masing-masing sekolah[4]. Namun teknik pengajaran yang sebenarnya ditujukan untuk mendongkrak keaktifan siswa tersebut disalah pahami oleh masyarakat sekitar yang hanya mendengar isu-isu yang tidak benar. sehingga massa yang diperkirakan rtusan orang tersebut menyerbu dan merusak fasilitas lembaga tersebut yang menyebabkan terhentinya kegiatan yang rencananya dilaksanakan selama 15 hari.[5]
Dari peristiwa tersebut dapat kita simpulkan bahwa sebagian masyarakat belum dapat menerima ide-ide dan pengalaman baru yang dianggap bertentangan dengan ajaran yang mereka anut,serta tanpa menyelidiki terlebih dahulu kebenaran dari isu yang berkembang tersebut..dan itu tidak termasuk cirri-ciri manusia modern seperti yang dipaparkan oleh Alex inkeles dan David H Smith.
Kriteria ke 2 adalah berorientasi ke masa sekarang dan masa depan
Pemerintah Aceh yang dipimpin oleh Irwandi-Nazar dan pihak legeslatif saat ini sedang membahas rancangan Qanun tentang wali nanggroe [6] merupakan implementasi dari keprihatinan bersama akan semakin memudarnya adat istiadat di aceh, dan Qanun wali nanggroe ini terlepas dari kepentingan politik, Merupakan sarana pemelihara dan pemersatu adat budaya dan figure pemersatu rakyat[7]
Dan diharapkan lembaga Wali Nanggroe yang akan dibentuk itu menjadi alat pemersatu,bukan malah menimbulkan perpecahan diklangan masyarakat aceh[8] apalagi aceh yang terdiri dari suku bangsa yang majemuk dan memiliki tata cara dalam adat budaya yang sangat berbeda,dengan demikian pembangunan yang akan diterapkan di daerah aceh dapat menjangkau seluruh suku dan etnis yang ada di selurah Aceh sehingga terhindar dari konflik etnis seperti yang pernah terjadi di Pakistan antara etnis Pathan dan Mohajir, etnis Hindu dan Muslim di Kashmir dan Andhra Pradesh [9]dll.
Pemerintah aceh mencoba untuk mengadopsi tata cara kehidupan Aceh masa dulu yang pernah mengalami masa kejayaannya di bawah pemerinthan Sultan Iskandar Muda, walaupun tidak terlalu sesuai dengan peryataan Alex Inkeles: Berorientasi kemasa sekarang dan masa depan. namun pengadopsian tata cara kehidupan masyarakat tempoe dulu yang terbukti berhasil dan mensejahterakan masyarakat pada waktu itu.
Tidak ada salahnya mengadopsikan warisan masa lalu untuk di terapkan pada masa sekarang yang akan berdampak baik pada masa depan/ generasi masa yang akan datang.
Yang paling penting adalah suatu pembangunan tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak disertai dengan pembangunan yang disinergikan dengan pengelolaan kondisi alam yang sesuai dengan kaedah alam serta dibarengi dengan pembangunan yang berwawasan etnis agar hasil dari pembangunan itu sendiri dapat dinikmati oleh setiap orang yang berada dalam Negara tersebut.
Dengan demikian pembangunan tidak hanya fokus pada “bentuk”dari pembangunan itu tapi juga pada “isi dari pembangunan tersebut.
Strategi pembangunan ini disebut dengan pembangunan lain
( Another development )
another development harus didefinisikan sebagai
1 Berorientasi pada kebutuhan manusia
2 Bersifat endogen
3 Bersifat mandiri
4 Secara ekologis baik ( memanfaatkan secara rasional sumber daya lingkungan hidup )
5 Berdasarkan tranformasi Struktural.
Tanpa tranformasi structural tujuan diatas tidak akan tercapai[10]
Kesimpulan
Stategi pembangunan yang masih berkutat dalam permsalahan bagaimana meningkatkan perekonomian yang pada akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat, seringkali melupakan aspek lain yang tak kalahpentingnya yaitu bagimana mambentuk manusia yang berpikiran modern dan lingkugan yang akan membentuk kepribadian membangun yang pada akhirnya akan melahirkan individu-individu yang kreatif serta menjadikan pembangunan itu semakin sempurna
Pembangunan lingkungan ( Ecodevelopment ) memegang peranan penting dalam menentukan maju atau berhasil tidaknya suatu pembangunan tersebut, tidak akan ada gunanya apabila tingkat perekonomian suatu Negara yang tinggi tapi kondisi alamnya yang rusak.
Karena apabila kita berbicara masalah pembangunan maka otomatis pemabangunan itu berbicara tentang 25 atau 30 tahun sebagai perencanaan jangka panjang,dan tentu saja ini menyangkut tentang generasi yang akan datang.
Pembangunan Etnis ( Ethnodevelopment ) juga merupakan salah satu poin penting dalam proses pembangunan.
Seringkali etnis yang berada dalam wilayah yang mengalami pembangunan tidak mendapat perhatian,kalaupun ada maka hasil pembangunan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang/elit dan bukan oleh masyarakat yang membutuhkan.
Dan pembangunan tidak selalu berarti “bentuk” tetapi juga “isi” kedua-duanya harus mendapat porsi yang seimbang
Itulah mengapa pembangunan itu harus memperhatikan aspek etnis atau “isi” dari pembangunan itu dan bukan hanya melihat “bentuk” dari pembangunan tersebut.
Sehingga pembangunan yang akan dijalankan akan memadukan faktor kondisi lingkungan dan faktor peranan etnis sebagai isi atau bagian dari pembangunan itu sendiri
DAFTAR ISI
1. Budiman, Arief (1995): Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta,P.T. Gramedia Pustaka Utama
2. Budiman, Arief (1995): Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta,P.T. Gramedia Pustaka Utama
3. Serambi Indonesia Edisi Sabtu 27 November 2010
4. Wawancara dengan salah seorang peserta pelatihan 1 Desember 2010
5. Serambi Indonesia edisi Sabtu 27 November 2010
6. Draf Rancangan Qanun Wali Nanggroe 2010
7. DR M Saleh Sjafei,Diskusi publik, Aula Fak Hukum Unsyiah, 23 Desember 2010
8. Bjorn, Hettne, Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia
9. Bjorn, Hettne, Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia
[1] Dr arief budiman,teori pembangunan dunia ketiga hal 14
[3] Serambi Indonesia edisi sabtu 27 november 2010
[4] Wawancara dengan salah seorang peserta pelatihan, 1 desember 2010
[5] Serambi Indonesia edisi sabtu 27 november 2010
[7] Rancangan Qanun Aceh tahun 2010 tentang wali nanggroe
[8] DR M Saleh Sjafei, Diskusi public di aula fak hukum Unsyiah,23 des 2010
[9] Bjorn Hettne, Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia, hal 343
[10] Bjorn Hettne, Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia, hal 275
0 komentar: