Fungsi Dan Peran Lembaga Panglima Laot Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Pesisir

Gambar oleh acehdesain.files.wordpress.com



Latar belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki perairan demikian luas dan kaya akan sumber daya alam,tidak saja bernilai ekonomois namun juga penting dari sudut ekologi dan sosial. Dengan posisi geografis yang berada diantara dua benua dan dua samudera telah menjadikan indonesia sebagai negara yang memiliki posisi strategis sekaligus penting dalam perhubungan antar negara di dunia.
Aceh secara geografis terletak dijalur perdagangan Internasional yaitu selat malaka, banyaknya pelayaran dan pelabuhan di pantai aceh membuat kapal-kapal asing menjadikannya sebagai tempat transaksi ekonomi sekaligus menjadi pertukaran atau kontak budaya melalui perdagangan atau ekonomi. Aceh berbatasan dengan Laut Andaman disebelah Utara, dengan Selat Malaka di sebelah timur, disebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara, dan disebelah barat dengan Samudera Hindia.
Dilihat dari letak geografis Aceh yang berbatasan langsung dengan lautan, menyebabkan banyaknya masyarakat Aceh yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan.bagi masyarakat Aceh, laut berperan sebagai sumber mata pencaharian atau sumber rezeki. Pada umumnya, masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya melalui kegiatan penangkapan ikan membutuhkan sarana dan prasarana dalam meningkatkan pendapatan dengan menggunakan perahu tanpa motor, motor tempel,dan kapal motor.
Masyarakat aceh memiliki keberagaman dan kekhasan yang sangat tinggi yang memungkinkan pemereintah provinsi untuk membuat sebuah peraturan daerah tentang penyelenggaraan kehidupan adat termasuk kehidupan adat laut, dalam perda no 7/2000. Pada masyarakat pesisir atau nelayan terdapat sebuah institusi lokal yaitu lembaga panglima laot yang merupakan suatu struktur adat yang membidani masalah kehidupan yang berhubungan dengan kehidupan para nelayan.lembaga panglima laot yang ada di kalangan masyarakat nelayan ini bertugas memimpin persekutuan adat pengelola hukum adat laot. hukum adat laot ini dikembangkan dengan nilai-nilai keislaman yang sangat kental,melaksanakan ketentuan-ketentuan adat dan mengelola upacara-upacara adat yang berhubungan dengan kehidupan kenelayanan, Mengatur  tata cara penangkapan ikan dan waktu penangkapan ikan,dan menyelesaikan perselisihan antar nelayan serta menjadi  penghubung dengan pemerintah daerah.
Struktur adat panglima laot mulai diakui keberadaannnya dalam tatanan kepemerintahan daerah sebagai organisasi atau lembaga kepemerintahan tingkat tingkat desa di kabupaten aceh besar pada tahun 1977 ( surat keputusan bupati aceh besar no 1/1977 tentang struktur organisasi pemerintahan di daerah pedesaan aceh besar ).akan tetapi fungsi peran serta kedudukannya belum dijelaskan secara detail dalam penetapan tersebut,baru pada tahun 1990, pemerintahan provinsi daerah istimewa Aceh mengeliuarkan peraturan daerah no 2/1990 tentang pembinaan dan pengembangan adat istiadat,kebiasaan-kebiasaan masyarakat beserta lembaga adat, yang menyebutkan bahwa panglima laot adalah orang yang memimpin adat-istiadat,kebiasaan yang berlaku dibidang penangkapan ikan di laut.
Panglima laot berada di luar struktur organisasi pemerintahan.tetapi berada langsung dibawah kepala daerah setempat ( Gubernur, Bupati, Camat, dan Kepala Desa/geuchik ). Wilayah kewenangan seorang panglima laot tidak mengacu pada wilayah administrasi pemerintahan,melainkan mengacu pada satuan lokasi tempat nelayan melabuhkan perahunya,menjual hasi tangkapannya atau berdomisili yang biasa disebut lhok.
Seorang panglima laot biasanya seorang yang kharismatik dan memiliki sikap bijaksana serta memiliki keahlian dan pengalaman yang lebih dibandingkan dengan nelayan lain dalam bidang kelautan sehingga menjadi tokoh panutan dan disegani oleh masyakat nelayan. selain daripada itu seorang panglima laot biasanya tidak lagi pergi melaut, tetapi tetap di darat agar dapat fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai Panglima Laot.
Berdasarkan pemaparan diatas penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang pola penyelesaian konflik pada masyarakat nelayan berdasarkan peran dan fungsi panglima laot.




2.1. Pendekatan pranata sosial
Menurut horton dan Hunt( 1987 ), yang dimaksud dengan pranata sosial atau lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dianggap penting. Dengan kata lain pranata sosial adalah sistem hubungan  sosial yang terorganisir yang mengedepankan nilai-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok masyarakat.
Kontjaraningrat mengatakan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan yang berpusat kepada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi  kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai fungsi yaitu :
1.      Memberikan pedoman pada anggota masyarakat,bagaimana mereka bertingkah laku atau bersikap didalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan
2.      Menjaga keutuhan masyarakat
3.      Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengendalikan sistem pengendalian sosial ( social control ). Artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.
Norma-norma yang ada dalam masyarakat, mempunyai kekuatan yang mengikat dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma tersebut, secara sosiologis dikenal dengan adanya empat pengertian yaitu :
1.      Cara (usage)
Cara atau usage lebih menonjol didalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadaptnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat,tetapi hanya celaan dari individu lain
2.      Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan atau folkways mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulangdalam bentuk  yang sama. Merupakan bukti bahwa banyak orang menyukai perbuatan tersebut.
3.      Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusiayang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya
4.      Tata kelakuan yang kekal serta kuatnya integrasi dengan polaprilaku masyarakat, dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan menderita saksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan.

Adapun ciri-ciri umum dari lembaga kemasyarakatan yang diungkapkan oleh Gillin dan Gillin dalam karya mereka General faeture of social institutions adalah sebagai berikut :
1.      Suatu lembaga masyarakat adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola prilaku yang terwujud melalui aktifitas-aktifitas kemasyarakatan dan hasilnya.
2.      Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan dalam jangka waktu relatif lama.
3.      Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga bersangkutan.
4.      Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan.
5.      Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti: mesin,bangunan.peralatan dan lain-lain
6.      Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulisan ataupun yang tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain.
Didalam pranata sosial mengandung unsur norma dan nilai-nilai yang harus dipatuhi oleh semua masyarakatnya. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma tersebut mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu untuk berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasan dari kebiasaan yang berlaku di masyarakat, norma tersebut tunbuh dan akan memperkuat masyarakat itu sendiri dan merangsang berlangsungnya kohesifitas sosial.
Struktur organisasi panglima laot mulai ditata pada mustawarah panglima laot se nanggroe Aceh Darussalam di Banda Aceh pada juni 2002. Seperti yang telah disebutkan diatas, struktur panglima laot terdiri dari panglima di tingkat lhok, disingkat panglima lhok yang bertanggung jawab menyelesaikan konflik atau sengketa nelayan di tingkat lhok, bila perselisihan tersebut tidak selesai di tingkat lhok, maka diajukan ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu panglima laot kabupaten. Yang disebut panglima laot Chik atau Chik Laot. Selanjutnya bila perselisihan mencakup antar kabupaten , provinsi ataau bahkan internasional, maka akan diselesaikan di tingkat propinsi oleh Panglima Laot propinsi.
Secara umum fungsi panglima laot meliputi 3 hal,yaitu: mempertahankan keamana dilaut, mengatur pengelolaan sumber daya di laut dan mengatur pengelolaan lingkungan laut. tata cara penangkapan ikan dilaut ( meupayang ) dan hak-hak persekutuandi dalam teritorial lhok,diatur dalam hukum adat laot, yang pelaksanaanya dilakukan oleh panglima laot sebagai pemimpin masyarakat adat.
2.2. Pendekatan konflik
Menurut dahrendorf (1958, 1959) masyarakat mempunyai 2 wajah yaitu konflik dan konsensus. Teotirisi konsensus harus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoterisi konflik menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama di hadapan tekanan itu
Posisi tertentu dalam masyarakat didalam masyarakat mendelegasikan kekuasan dan otoritas terhadap posisi yang lain, sehingga distribusi otoritas selalu menjadi Faktor yang menentukan konflik sosial sistematis.
Dahrendorf mengutarakan beberapa aspek yang sangat menentukan dalam teori konfliknya antara lain :
Otoritas
Menurutnya Otoritas tidak terletak didalm individu melainkan di dalm posisi tersebut. Dan mereka yang menduduki posisi otoritas diharapkan mengendalikan bawahan,artinya mereka berkuasa karena diharapkan dari orang yang berada di sekitar mereka,bukan karena ciri-ciri psikologis mereka. Seperti otoritas,harapan ini bukan pada orangnya melainkan pada perannya atau posisinya.
Kelompok,konflik dan perubahan
Menurut dahrendorf ada tiga tipe utama kelompok
1.      Kelompok semu (quasi group )
yaitu sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama.
2.      Kelompok kepentingan
Yaitu agen utama dari konflik kelompok yang memiliki struktur bentuk organisasi,tujuan, atau program dan anggota perorangan.
3.      Kelompok konflik
Yaitu orang-orang yang terlibat secara aktual  dengan konflik yang terjadi.
Konsep kepentingan tersembunyi, kepentingan nyata, kelompok semu, kelompok kepentingan, dan kelompok-kelompok konflik adalah konsep dasar dasar untuk menerangkan konflik sosial.
Dahrendorf juga mengutarakan sesegera setelah munculnya kelompok konflik, kelompok tersebut akan melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam  struktur sosial tersebut. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah radikal.bila konflik terjadi disertai dengan kekerasan, maka akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba.
Masyarakat nelayan yang berada dibawah pimpinan panglima laot sesungguhnya bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari berbagai kelompok. Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan.
·         Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya
·         Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain.
·         Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
Pada kelompok tersebut peluang untuk terjadinya konflik sangatlah besar karena masing-masing kelompok mempunyai tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda, walaupun pada dasarnya merupakan satu kesatuan  yang sama yaitu mencari nafkah di laut.
Konflik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,dimnapun , kapanpun dan siapapun. Hal ini disebabkan oleh karakter manusia yang ingin menguasi sesuatu dalam kehidupannya.
Karakteristik masyarakat nelayan yang berbeda yang pada umumnya berkarakter keras yang disebabkan karena kehidupannya yang keras dan menghabiskan waktunya di lautan lepas,sehingga terkadang sifat tersebut terbawa-bawa ketika mereka berbaur dengan masyarakat umum, oleh karena itu sifat yang keras ini sangat berpotensi untuk menciptakan konflik atau perselisihan di antra masyarakat nelayan, konflik ini dapat berupa pengelolaan kekayaan alam antar nelayan srta dalam pembagian hasil tangkapan dll.
Konflik ini biasanya diselesaikan secara bersama-sama dengan panglima laot sebagai penengahnya, disamping perangkat-perangkat desa lain seperti Geuchik, tuha peut,tuha lapan,imum syik dan lain-lain.
Biasanya Apabila konflik tersebut terjadi pada ruang lingkup lhok, maka penyelesaiaanya akan dilakukan pada tingkat panglima lhok, namun apabila tidak dapat diselesaikan maka akan dibawa ke  panglima laot tingkat kabupaten dan apabila tidak juga dapat diselesaikan di tingkat kabupaten, maka kan di selesaikan pada panglima laot tingkat provinsi.
Para nelayan yang daya jangkauan melautnya yang luas sehingga terkadang melalui daerah Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) yang berada pada 12 mil laut dari pantai dan terdampar didaerah luar negeri dan akhirnya ditangkap oleh pihak berwenang negara lain . disinilah peran panglima laot tingkat Provinsi akan tampak, dengan menjadi pihak pertama yang akan menghubungi kedutaan besar Negara Indonesia untuk menegosiasikan pembebasan nelayan Aceh tersebut. Dan pada banyak kasus, permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik oleh lembaga ini. Pola-pola penyelesaian konflik seperti inilah yang sering dilaksanakan oleh perangkat-perangkat masyarakat nelayan pada umumnya
Seperti halnya masyarakat Aceh yang sendi-sendi kehidupannya dilandasi dengan nilai adat-istiadat serta nilai-nilai keagamaan yang kental, masyarakat nelayan  juga sangat dipengaruhi dengan nilai-nilai tersebut, yang sebagiannya terlihat dari organisasi kemasyarakatan yang terdapat pada masyarakat nelayan, yaitu lembaga panglima laot.
Hukum  Adat laot yang dikelola dan dijalankan oleh Lembaga panglima laot mengatur tentang tata cara kehidupan laut serta upacara-upacara kelautan yang di lakukan oleh masyarakat nelayan. Seperti Khanduri Laot  dan acara-acara lain yang bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat nelayan.
Lembaga ini juga  berfungsi sebagai wadah tempat perkumpulan para nelayan dan menjadi mediator atau menjadi penengah dalam menyelesaikan sengketa diantara nelayan.
Kedudukan Lembaga Panglima laot  semakin jelas dan diakui dengan keluarnya Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor: 523.11/012/2005 (8 Maret 2005), yang  menyebutkan bahwa mengukuhkan Panglima Laot dilakukan dalam rangka menyukseskan pembangunan subsektor perikanan, dengan tugas dan wewenang dalam kedudukannya sesuai adat membantu tugas pemerintah dalam pembangunan bidang subsektor perikanan dan masyarakat nelayan dalam arti luas.
Dalam pelaksanaan Rencana Strategis Panglima Laot se-Aceh yang dilaksanakan Panglima Laut Provinsi NAD pada 9-12 Desember 2006 di Banda Aceh, seluruh fungsi dan peran yang menjadi tanggung jawab Panglima Laot juga dibahas secara detail. Ada beberapa bahasan spesifikasi program, yang mencakup:
(a)   penguatan masyarakat nelayan,
(b)   penguatan hukum adat laot masyarakat nelayan,
(c)   pemberdayaan
(d)   program beasiswa untuk pelajar dari kalangan nelayan miskin, dan
(e)   memelihara lingkungan dari kerusakan.
Ada dua hal yang tergambar, bahwa:
(1)    adat laot berusaha untuk tidak melahirkan sengketa dalam pengelolaan sumberdaya –kalaupun ada, kemudian diupayakan melalui penegakan hukum adat laot agar bisa diminimalisir dan dihilangkan;
(2)   secara khusus, dalam adat laot ditempatkan secara khusus masalah lingkungan hidup dalam salah satu pengaturannya.
Jadi jelas, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, secara khusus dibahas oleh Panglima Laot sebagai sesuatu yang sangat penting dalam konteks memelihara lingkungan dari kerusakan demi kesinambungan dan keberlanjutan.

Kesimpulan
Panglima laot merupakan suatu organisasi kemasyarakatan di kalangan masyarakat nelayan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang bertugas memimpin dan mengelola persekutuan adat Hukom Adat Laot. Wilayah kewenangan Panglima Laot tidak mengacu pada wilayah  administrasi pemerintahan, melainkan berdasarkan pada lokasi tempat nelayan mendaratkan perahunya,menjual hasil tangkapan mereka serta berdomisili yang biasa disebut lhok.
                                i.            Lembaga Panglima Laot terdiri dari
                              ii.            Panglima laot Tingkat lhok
                            iii.            Panglima Laot tingkat kabupaten atau panglima laot Chik atau Chik Laot
                            iv.            Panglima Laot tingkat Propinsi yang terdiri dari perwakilan tiap-tiap kabupaten dan di pinpin oleh satu orang Panglima laot.
Keberadaan Panglima laot bermanfaat dan  dan penting bagi kehidupan nelayan, hal tersebut dikarenakan  oleh beberapa hal, antara lain :
                                i.            Panglima Laot memiliki keahlian khusus yang jarang dimiliki oleh nelayan lain yaitu mengetahui dimana lokasi keberadaan ikan berkumpul di laut pada saat tertentu, sehingga memudahkan para nelayan untuk mencari ikan serta cara menangkap ikan yang baik dan saat yang tepat bagi nelayan untuk pergi melaut. dengan keahlian ini Panglima Laot dapat  membimbing para nelayan agar selamat dan memperoleh hasil tangkapan yang layak.
                              ii.            Panglima Laot memiliki tempat khusus dalam kehidupan nelayan dikarenakan pengalaman dan kewibawaannya serta seringkali menjadi tempat para nelayan berkeluh kesah.
                            iii.            Panglima laot juga berfungsi sebagai penengah apabila terjadi konflik dikalangan nelayan serta masalah-masalah lain yang berkaitan dengan kehidupan nelayan dan menjadi penghubung antara nelayan dengan pemerintahan daerah.
                            iv.            Lembaga Panglima Laot menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam mengsosialisasikan menjaga kehidupan ekosistem laut sperti terumbu karang,serta pelarangan memakai bom dan racun untuk mencari ikan.
                              v.            Lembaga Panglima Laot menjadi alat pemersatu masyarakat nelayan serta wadah untuk memelihara kelestarian adat istiadat khususnya adat istiadat kelautan .


Secara umum, Panglima Laot di Aceh memetakan peran dan fungsi dalam empat hal, yakni:
·         melestarikan hukum adat;
·         melestarikan adat-istiadat;
·         melestarikan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat nelayan di NAD;
·         membantu pemerintah dalam pembangunan perikanan bila diminta.
Dalam melaksanakan fungsinya, Panglima Laot mempunyai tugas:
·         memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan Hukom Adat dan Adat Laot;
·         mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut;
·         menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi di antara sesama anggota nelayan atau kelompoknya;
·         mengurus dan menyelenggarakan upacara Adat Laot;
·         menjaga/mengawasi agar pohon-pohon di tepi pantai jangan ditebang, karena ikan akan menjauh ke tengah laut;
·         merupakan badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan panglima laot dengan panglima laot lainnya;
·         meningkatkan taraf hidup kehidupan nelayan pesisir.


Daftar pustaka
Usman , A Rani, 2002. Sejarah Peradaban Aceh, Yayasan Obor Indonesia: jakarta.
Soekanto , soerjono , 1993 . Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Gravindo : jakarta.
Koentjaraninggrat, 1990 , Pengantar Ilmu Antropologi, rineka cipta: jakarta.
Situs Internet
Http//www.wikipedia.org.id Panglima Laot
Http//www.acehmagazine.com Budaya kelautan Aceh
Http//www.panglima laot.org.id

0 komentar: